Pernahkah Anda berpikir, mengapa diantara ratusan perusahaan milik negara (BUMN) yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia, hanya ada sedikit perusahaan yang telah listing di Bursa? Ya, memang hanya ada 20 BUMN yang sudah listing di BEI dan perusahaan BUMN terakhir yang listing di bursa adalah PT. Semen Baturaja pada tahun 2013 silam.
Padahal, hingga tahun 2021 pemerintah Indonesia memiliki sekitar 113 BUMN di berbagai sektor dan keterlibatan BUMN dalam pasar modal akan mempengaruhi IHSG dan efektivitas BUMN itu sendiri.
BUMN atau badan usaha milik negara adalah perusahaan yang 100% sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kalaupun sebagian saham perusahaan tersebut sudah dimiliki oleh publik atau swasta, pemerintah masih memiliki proporsi saham dengan jumlah dominan minimal 51%.
Umumnya BUMN bergerak di sektor-sektor strategis yang menyangkut kepentingan masyarakat luas seperti, pertambangan minyak dan emas atau listrik. Saat ini Indonesia memiliki 113 perusahaan BUMN. Jumlah ini cenderung menurun dari waktu ke waktu karena alasan efisiensi.
Mungkin Anda sudah mengetahui beberapa nama perusahaan BUMN besar yang telah listing di Bursa seperti, Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Pertamina atau Telkom. Tetapi, tahukah Anda bahwasanya perusahaan BUMN lebih susah untuk listing di Bursa daripada perusahaan swasta? Simak ulasannya berikut ini:
1. Perusahaan BUMN Perlu Izin ke DPR dan Kementerian
Salah satu alasan utama kenapa BUMN lebih susah IPO daripada perusahaan swasta adalah untuk IPO, perusahaan BUMN perlu mendapatkan persetujuan dari DPR dan Kementerian BUMN terlebih dahulu.
Hal ini dikarenakan mayoritas saham BUMN dimiliki oleh pemerintah dan didapatkan dari APBN. Tentunya ini berbeda dengan perusahaan swasta yang ‘hanya’ perlu menyerahkan dokumen-dokumen prasyarat ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia.
Pemerintah saat ini cenderung untuk mendorong anak perusahaan BUMN untuk listing di BEI. Sebab, berbeda dengan induk perusahaannya, anak perusahaan BUMN tidak perlu mendapatkan ijin dari DPR dan hanya perlu ijin Kementerian BUMN untuk bisa listing di bursa.
2. Kinerja Saham yang Sudah IPO Kurang Kuat
Berbeda dengan perusahaan swasta yang bisa berdiri sendiri tanpa dibandingkan dengan perusahaan dari holding company yang sama, perusahaan-perusahaan BUMN mau tidak mau akan selalu dibandingkan satu sama lain. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila kinerja buruk sebuah perusahaan BUMN akan mempengaruhi persepsi publik terhadap perusahaan BUMN yang lain.
3. Pemerintah Sayang untuk Melepaskan Saham BUMN
Apabila sebuah perusahaan BUMN bersedia untuk melakukan initial public offering (IPO), itu artinya perusahaan tersebut bersedia untuk diawasi oleh publik dan melaporkan kegiatannya kepada publik. Tentu hal ini membutuhkan keterbukaan dan transparansi informasi.
4. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal seperti kondisi ekonomi nasional dan global tentu mempengaruhi keputusan BUMN untuk melakukan initial public offering (IPO). Kondisi pandemi corona seperti saat ini misalnya membuat tingkat volatilitas harga saham di pasar modal begitu tinggi karena tingginya tingkat ketidakpastian.
Secara psikologis, publik pasti cenderung memilih untuk membeli saham-saham lama yang sudah mapan sehingga perusahaan BUMN yang baru akan listing di bursa harus berpikir keras untuk memasarkan saham yang mereka rilis.
Daftar BUMN yang Telah Listing di Bursa
Berikut ini perusahaan-perusahaan BUMN yang telah merilis sahamnya di Bursa Efek Indonesia hingga bulan Juni 2021:
- PT. Indofarma (Persero) Tbk (INAF)
- PT. Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF)
- PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS)
- PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS)
- PT. Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI)
- PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP)
- PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA)
- PT. Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT)
- PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI)
- PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)
- PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)
- PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN)
- PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM)
- PT. Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA)
- PT. Timah (Persero) Tbk (TINS)
- PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR)
- PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR)
- PT. Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR)
- PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA)
- PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM)
Selain 20 perusahaan di atas, ada beberapa anak perusahaan BUMN seperti PT. Wijaya Karya Beton (Persero) (WTON) dan PT. Wijaya Karya Precast (Persero) Tbk (WSBP) yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia.
Walaupun berlabel milik negara, perusahaan BUMN sama seperti halnya perusahaan pada umumnya. Terkadang perusahaan ini juga tidak berkembang atau bahkan merugi karena satu dan lain hal.
Oleh sebab itu, pastikan Anda tetap berhati hati apabila Anda ingin berinvestasi di perusahaan jenis ini. Pastikan BUMN yang Anda pilih memiliki kondisi fundamental keuangan dan teknikal saham yang baik.