Bila Initial Public Offering (IPO) atau go public adalah proses penawaran saham perdana yang membuat sebuah perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka. Maka kebalikannya dari IPO, yaitu go private, memutuskan untuk menjadi perusahaan tertutup. Berikut penjelasan lengkapnya.
Definisi Go Private
Secara sederhana go private dapat diartikan sebagai tindakan penutupan aliran modal publik sebuah perusahaan terbuka karena berbagai alasan dan faktor. Perusahaan yang memutuskan untuk go private secara otomatis akan keluar (delisting) dari Bursa Efek Indonesia.
Menurut Kamus Hitam Hukum, go private adalah sebuah proses pengubahan status perusahaan terbuka (Tbk) menjadi perusahaan tertutup. Hal ini dilakukan dengan mengakhiri status perusahaan publik dengan komisi pertukaran sekuritas dan pengaturan agar saham yang selama ini dipegang publik dapat diakuisisi oleh pemilik saham tunggal atau sekelompok kecil pemegang saham.
Dari definisi di atas, terlihat bahwasanya untuk melakukan go private perlu melakukan serangkaian proses seperti pembelian kembali seluruh saham yang telah dibeli oleh publik. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) memberikan syarat harga pembelian saham kembali (buyback) yang harus dipenuhi oleh perusahaan apabila perusahaan tersebut ingin go private.
Syarat harga tersebut adalah harga beli ulang yang ditawarkan oleh perusahaan harus lebih tinggi daripada harga tender sebelumnya dan harga tertinggi saham perusahaan tersebut dalam 90 hari sebelum pengumuman.
Keputusan untuk go private hanya bisa diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari pemilik saham independen atau pemilik saham yang tidak memiliki afiliasi dengan dewan direksi atau komisaris. Sebab, pemilik saham inilah yang sebelumnya membeli saham perusahaan tersebut ketika dirilis di Bursa.
Alasan Perusahaan Melakukan Go Private
Saat memutuskan untuk go private, perusahaan memiliki banyak alasan yang sudah mereka pikir matang-matang. Namun, secara umum berikut ini alasan-alasan perusahaan untuk memilih go private:
- Perusahaan Sudah Tidak Membutuhkan Pendanaan Tambahan Untuk Beroperasi;
- Saham perusahaan tersebut yang diperdagangkan di BEI tidak likuid, sebab persentase kepemilikan publik dalam struktur permodalan perusahaan tersebut cukup kecil.
- Perusahaan tidak menunjukkan perbaikan performa keuangan yang memadai selama beberapa waktu.
- Perusahaan sudah kewalahan memenuhi persyaratan dan peraturan pemerintah untuk menjadi perusahaan publik.
- Tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menyewa pihak-pihak eksternal yang dibutuhkan seperti konsultan hukum atau akuntan publik.
Perusahaan yang memiliki permasalahan di atas bisa mengajukan permohonan go private secara sukarela (voluntary delisting) ataupun secara terpaksa (forced delisting).
Perusahaan yang terpaksa melakukan go private umumnya adalah perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang buruk selama beberapa periode waktu. Kinerja keuangan buruk tersebut seperti, tidak menghasilkan lama atau terancam likuiditasnya.
Keuntungan Go Private Bagi Perusahaan
Meskipun IPO menawarkan banyak aliran modal yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan operasi perusahaan, tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mempertahankan status IPO dibutuhkan biaya yang tidak kecil juga.
Biaya ini bisa jadi menjadi beban perusahaan untuk merealisasikan rencana jangka panjangnya sehingga perusahaan tersebut memilih pergi dari bursa dan kembali menjadi perusahaan private. Berikut ini keuntungan lain yang dapat diperoleh perusahaan jika melakukan tindakan go private:
- Perusahaan dapat lebih bebas mengelola operasional perusahaan dengan tanpa pengawasan dari pihak-pihak tertentu seperti akuntan publik.
- Perusahaan private cenderung lebih fleksibel dalam merealisasikan rencana jangka panjang mereka. Hal ini berbeda dengan perusahaan publik yang harus melewati serangkaian assessment terlebih dahulu dari pihak eksternal.
- Direktur dan Komisaris perusahaan tidak perlu bertanggung jawab ke pihak lain, selain stakeholder internal perusahaan, seperti pemilik saham pengendali yang notabene keluarga atau kolega mereka dan karyawan perusahaan tersebut secara keseluruhan.
Contoh Perusahaan yang Memilih untuk Go Private
Jumlah perusahaan yang memilih untuk go private memang tidak sebanyak perusahaan baru yang masuk ke bursa. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila istilah go private masih kalah populer dengan go public atau IPO.
Salah satu perusahaan terkemuka dari Indonesia yang memutuskan untuk hengkang dari Bursa Efek Indonesia adalah perusahaan media PT. Indosiar Karya Media (IDKM) pada tahun 2013. Menurut pemberitaan dari majalah Tempo, Indosiar diminta untuk mengundurkan diri dari bursa oleh BEI, sebab perusahaan tersebut merger dengan PT. Surya Citra Media (SCMA) atau perusahaan yang memiliki saluran SCTV.
Selain Indosiar, perusahaan lain yang mengajukan delisting di bursa adalah PT. Merck Sharp Dohme Pharma (SCPI). Perusahaan ini sebenarnya sudah mengajukan permohonan untuk go private sejak tahun 2015 lalu, tetapi karena kesulitan untuk menemukan 300 orang investor yang membeli saham mereka, rencana delisting baru bisa direalisasikan pada tahun 2020.
Beberapa perusahaan dari luar negeri juga pernah mengajukan permohonan untuk go private. Salah satu dari perusahaan tersebut adalah perusahaan komputer besar dari Amerika Serikat yaitu Dell.
Dell Inc. memutuskan untuk hengkang dari Bursa Efek Amerika sebab perusahaan tersebut meyakini bahwa mereka mampu berdiri dan berkembang sendiri dengan tanpa pendanaan dari publik.
Apabila berkaca dari kasus PT. Merck Sharp Dohme Pharma (SCPI), untuk resmi keluar dari bursa, perusahaan harus mampu menemukan seluruh orang yang membeli saham perusahaan tersebut dan membelinya kembali. Hal ini tentunya bertujuan untuk menghindarkan kerugian yang tidak perlu untuk para investor.