Saham

Short Selling (Jual Kosong): Pengertian, Mekanisme dan Dampaknya

Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana untuk membuka kembali transaksi short selling atau jual kosong di pasar modal Indonesia pada bulan Februari ini, tetapi tidak jadi karena BEI menilai pasar modal di Indonesia sejauh ini masih fluktuatif. Transaksi ini sempat tidak diperbolehkan dan ditutup sejak bulan Maret 2020, sebagai salah satu tanggapan BEI atas penurunan IHSG karena pandemi.

Bagi investor dan traders, transaksi short selling ini meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan tambahan keuntungan. Bagi BEI, adanya transaksi ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar modal Indonesia. Lantas, apakah short selling itu dan bagaimana mekanisme perdagangan short selling di Indonesia? Simak penjelasan berikut ini.

Pengertian Short Selling

Short Selling adalah transaksi penjualan saham yang belum dimiliki oleh investor atau trader terkait. Investor atau trader mendapatkan saham ini dari broker dengan ekspektasi harga rendah untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.

Strategi transaksi ini adalah strategi dengan tingkat risiko yang tinggi sehingga hanya trader atau investor berpengalaman dan memiliki modal cukup yang bisa melakukan transaksi ini. Di Indonesia, batas minimal transaksi short selling adalah sebesar 200 juta rupiah dan harus melalui broker yang terdaftar secara resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam pandangan hukum syariah, transaksi short selling adalah salah satu jenis transaksi yang diharamkan sehingga Anda tidak akan menemukan jenis transaksi ini pada Jakarta Islamic Index (JII).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2011 menerbitkan fatwa No.80 DSN MUI (Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia) yang membahas tentang penerapan prinsip syariah dalam mekanisme pasar modal menekankan mengenai status keharaman ini.

Menurut MUI, transaksi short selling melanggar prinsip syariah yaitu menjual aset yang belum resmi menjadi milik si penjual dan menjual aset dengan keuntungan yang tidak pasti.

Sebab dalam Islam, Anda baru bisa menjual sebuah barang yang sudah resmi menjadi milik Anda. Bahkan, menurut pendapat beberapa ahli, Anda tidak bisa menjual barang yang Anda sewa atau barang yang pembayarannya masih belum lunas.

Mekanisme Transaksi Short Selling

Berikut mekanisme melakukan transaksi short selling:

  • Seorang investor atau trader melakukan pinjaman saham kepada broker dari perusahaan efek yang telah diawasi oleh OJK.
  • Investor lantas menjual saham tersebut kepada orang lain dan menyimpan hasilnya pada rekening investor tersebut di perusahaan efek terkait.
  • Investor harus mengakhiri transaksi ini dengan cara membeli kembali saham (buy back) tersebut. Investor akan mendapatkan keuntungan apabila harga saham saat dia membeli kembali (buy back) lebih rendah daripada harga saham tersebut ketika dia meminjam saham itu dari broker. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka investor akan merugi.

Contoh:

Eduard membeli saham PT. XYZ sebanyak 100.000 lembar dari broker ABCD pada tanggal 1 Januari 2021 dengan harga saham sebesar Rp. 5.000 per lembar. Jatuh tempo transaksi ini adalah tanggal 31 Maret 2021.

Eduard memperkirakan harga saham PT. XYZ pada tanggal tersebut akan mengalami penurunan dan pada kenyataannya harga saham PT. XYZ pada tanggal 31 Maret 2021 adalah sebesar Rp. 4.000 per lembar.

Dari transaksi ini, biaya yang dikeluarkan oleh Eduard adalah sebesar 100.000 x 5000 sama dengan 500.000.000, sedangkan keuntungan yang dia peroleh adalah sebesar 100.000 x (5000-4000) sama dengan 100.000.000.

Sebaliknya, apabila harga saham PT. XYZ pada 31 Maret 2021 adalah sebesar Rp. 6000 per lembar, maka Eduard mengalami kerugian sebesar Rp. 100.000.000.

Pro dan Kontra Short Selling

Pro:

  • Tingkat keuntungan bisa 100% atau lebih.
  • Bisa dibiayai dari utang.
  • Short selling bisa digunakan untuk praktik hedging harga (melindungi dana investor dari kerugian)

Kontra:

  • High Risk High Return. Karena tingkat keuntungannya tinggi, maka tingkat kerugian yang bisa dialami oleh investor tinggi pula.
  • Memerlukan Margin Account.
  • Utang saham yang digunakan untuk transaksi ini memiliki suku bunga.

Dampak Short Selling

Dalam transaksi short selling investor berpeluang untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, meskipun tingkat risikonya juga tinggi. Namun sayangnya demi alasan keamanan transaksi, hanya segelintir investor yang memenuhi syarat yang bisa melakukan transaksi ini di bursa.

Akan tetapi jika minoritas investor ini gagal untung, maka tidak menutup kemungkinan seluruh pasar modal juga akan rugi. Oleh karena itu, transaksi ini hanya diperkenankan untuk investor atau trader senior yang benar-benar memahami seluk beluk pasar modal.

Meskipun volume transaksi short selling di Indonesia masih relatif sedikit dan tidak signifikan, transaksi ini diperbolehkan secara hukum kecuali untuk pasar modal syariah. Adanya transaksi ini di Bursa Efek Indonesia bertujuan untuk meningkatkan likuiditas transaksi saham di negeri ini.

Namun demikian dalam beberapa kasus di dunia, transaksi short selling terutama naked short selling justru mengakibatkan penurunan ekonomi dan dinilai menguntungkan investor yang berasal dari institusi yang besar saja. Hal ini akan semakin parah apabila ada sentimen negatif yang mengiringi penurunan tersebut seperti pandemi covid-19, krisis finansial atau isu politik dan ekonomi suatu negara.

Transaksi Short Selling di Indonesia

Sebagaimana yang tertulis di atas, transaksi ini juga diaplikasikan di pasar modal Indonesia kecuali dalam produk-produk investasi yang tergabung ke dalam Jakarta Islamic Index (JII). BEI pernah menutup transaksi ini sebanyak tiga kali.

Pertama pada tahun 2008, sebagai tanggapan atas penurunan IHSG akibat krisis finansial dunia. Kedua pada tahun 2015 ketika level IHSG memecahkan rekor sebagai level terendah dalam periode 2013-2015. Ketiga pada tahun 2020 sebagai akibat penurunan IHSG karena pandemi corona.

BEI dan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) memberikan peraturan yang ketat mengenai transaksi short selling di Indonesia. Hal ini karena transaksi ini memiliki risiko yang tinggi dan tidak hanya bisa memengaruhi satu atau dua investor melainkan pasar modal secara keseluruhan.

Di Indonesia, seorang investor yang ingin melakukan transaksi ini harus menyetorkan minimal 200.000.000 atau 50% dari total keseluruhan transaksi. Selain itu, investor juga harus memiliki rekening reguler dan rekening khusus short selling di BEI.

Dari sisi perusahaan efek, BEI meminta beberapa persyaratan seperti, adanya modal dan SOP khusus untuk short selling, sudah terdaftar di BAPEPAM, BEI dan OJK serta melakukan dengan pihak-pihak lain yang telah terdaftar dan disetujui oleh OJK.

Beberapa pihak menganggap bahwa peraturan short selling di Indonesia terlalu ketat.  Namun demikian hal ini diterapkan untuk meminimalisir risiko yang harus diterima oleh nasabah, perusahaan efek dan bahkan BEI itu sendiri ketika harga transaksi short selling ini di luar perkiraan.

Kasus Short Selling Di Indonesia dan Di Dunia

Seperti yang disebutkan di atas, sebelum pandemi covid-19, transaksi short selling di Indonesia sudah pernah dilarang sebanyak tiga kali. Kali pertama ketika IHSG anjlok selama enam hari berturut turut akibat krisis finansial tahun 2008. Penurunan ini lantas berimbas kepada perubahan peraturan mengenai transaksi short selling di Indonesia.

Kali kedua ketika IHSG jatuh ke titik terendah selama periode 2013-2015 pada bulan Agustus 2015. IHSG anjlok sebanyak 20.34% dari Januari hingga Agustus 2015. Setelah diselidiki ternyata terdapat 14.000 transaksi short selling yang terjadi hanya dalam waktu dua hari.

Sebelum tahun 2008 dan 2015 ternyata transaksi short selling pernah menggemparkan pasar modal Indonesia pada tahun 2000. Ketika itu, spekulan pasar modal memperkirakan bahwa harga saham Bank Pikko (kini menjadi Bank Century) akan menurun.

Tetapi, pada kenyataannya harga saham bank tersebut justru naik pada saat jatuh tempo. Akibatnya 52 dari 127 perusahaan efek yang pada saat itu terdaftar di Bapepam didenda sebesar 1 miliar rupiah.

Transaksi short selling juga dicurigai sebagai penyebab anjloknya pasar modal Amerika Serikat pada tahun 1930 (The Great Depression) dan 2008 (The Great Recession). Hal ini disebabkan investor yang tidak melakukan praktik short selling mencurigai bahwa para short sellers juga berperan ganda sebagai penyebar rumor buruk agar nilai saham menurun.

Sentimen ini kemudian mencuat dalam beberapa bulan terakhir akibat pandemi covid-19. Awal Januari 2021, mata investor dunia menatap ke Amerika Serikat akibat kenaikan harga saham GameStop, sebuah perusahaan game di negeri tersebut.

Sepanjang pandemi GameStop mengalami banyak kerugian dan harga sahamnya diperkirakan akan terus menurun. Hal ini menjadikan perusahaan tersebut sasaran empuk short selling oleh  investor-investor besar dari Wall Street.

Namun tak dinyana, harga saham perusahaan tersebut justru meroket akibat pembelian saham secara besar besaran oleh investor-investor kecil yang menganggap short selling adalah praktik investasi yang buruk. Kenaikan harga saham ini berakibat pada ruginya investor institusi hingga miliaran dolar Amerika.

Tidak hanya di Amerika, praktik short selling juga menuai kecaman di berbagai negara seperti Italia, Prancis dan Korea Selatan. Melansir dari berita di Bloomberg, Korea Selatan bahkan pernah menghukum denda sebesar 7.5 miliar won (sekitar 90 miliar rupiah) kepada Goldman Sachs Ltd, sebuah perusahaan keuangan terbesar di dunia pada tahun 2016 atas praktik naked short selling yang mereka lakukan.

Demikian penjelasan mengenai short selling yang sebaiknya tidak dilakukan oleh para investor. Sangat disarankan untuk berinvestasi menggunakan uang dingin atau uang yang memang sudah dialokasikan untuk investasi, dan bukan diambil dari dana yang akan digunakan untuk keperluan lainnya.

Hindari berinvestasi dengan menggunakan uang dari hasil berhutang. Apalagi bagi investor pemula, mengingat kondisi pasar modal yang kadang tidak bisa diprediksi. Pelajari juga lebih dalam tentang investasi saham untuk meminimalisir resiko.

Januar Iskandar, S.E.

Recent Posts

4 Emiten Batu Bara dengan Kapitalisasi Terbesar

Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang dipatok oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)…

1 year ago

6 Perbedaan IMF dan Bank Dunia

International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia sekilas terlihat sama karena keduanya adalah lembaga keuangan…

1 year ago

5 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Bagi Perusahaan

Kegiatan suatu perusahaan tentu akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk mengurangi dampak tersebut, perusahaan…

1 year ago

5 Emiten Properti dan Real Estate untuk Investasi Jangka Panjang

Investasi properti dan real estate merupakan salah satu investasi yang menarik karena menawarkan return yang…

1 year ago

Big Mac Index – Pengertian, Penerimaan dan Batasannya

Pengertian Big Mac Index Pernahkah Anda membayangkan perbandingan antara dua mata uang asing? Seperti antara…

1 year ago

4 Cara Mengecek Tanah Bebas Masalah

Investasi tanah masih menjadi idaman banyak orang mengingat besarnya keuntungan yang ditawarkan. Terkadang hal ini…

1 year ago