Pemerintah Republik Indonesia berencana untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) pada tahun 2022 dengan dasar optimisme bahwa ekonomi Indonesia akan pulih tahun depan. Kenaikan pajak ini ditujukan untuk menyeimbangkan jumlah pengeluaran pemerintah akibat pandemi covid-19 dan jumlah pendapatan pemerintah.
Banyak pihak menilai bahwasanya kebijakan pemerintah ini kurang sesuai apalagi karena ekonomi Indonesia masih dalam proses pemulihan akibat pandemi.
PPN adalah pajak yang dibebankan kepada wajib pajak (WP) atau pengusaha kena pajak (PKP) atas setiap transaksi yang mereka lakukan. Pajak jenis ini umumnya ditampilkan di dalam struk belanjaan atau pembayaran makanan di restoran.
Umumnya besaran PPN tidak akan terlalu disadari oleh pembeli, sebab besaran PPN per unit biasanya sudah dimasukkan ke dalam harga barang atau jasa yang akan dibeli. Selama ini, jumlah PPN yang dibebankan kepada masyarakat adalah sebesar 10% dan pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan jumlah tersebut menjadi 12%.
Dalam komponen keuangan negara, pajak, termasuk PPN memiliki peranan penting sebagai penyumbang pendapatan negara. Terlebih lagi, PPN adalah pajak yang harus dibayarkan oleh setiap lapisan masyarakat dan tidak tergantung pada pendapatan masyarakat itu sendiri.
Lantas, bagaimana dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat dan pasar modal?
Contents
Secara teoritis, kenaikan tarif pajak akan berdampak kepada masyarakat dalam bentuk:
Menurut simulasi yang dilakukan oleh Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), kenaikan PPN akan berakibat pada:
Oleh sebab itu, para peneliti dari INDEF menganggap tahun 2022 masih bukan saatnya bagi pemerintah untuk meningkatkan PPN. Menurut mereka, lebih baik pemerintah fokus kepada pemulihan ekonomi terlebih dahulu yang mana pemulihan ekonomi ini justru bisa diaplikasikan dengan penurunan pajak termasuk PPN.
Perlu diketahui bahwa pengaruh kebijakan pemerintah terhadap pasar saham juga menjadi bahan pertimbangan investor.
Kepala bidang penelitian PT. Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi dalam wawancaranya dengan Liputan6.com menyebutkan bahwa kenaikan PPN ini bisa jadi berdampak negatif kepada pasar modal di Indonesia khususnya untuk pasar saham.
Beliau menuturkan bahwasanya kenaikan PPN bisa jadi akan membawa sentimen negatif terhadap pasar saham. Sebagaimana yang telah tertulis di atas, apabila peningkatan PPN tidak diiringi dengan peningkatan gaji atau pendapatan masyarakat secara umum dengan rasio yang sama, maka daya beli masyarakat akan menurun.
Akibatnya, jumlah barang konsumsi yang dibeli masyarakat akan menurun pula dan jumlah penjualan perusahaan akan menurun. Namun demikian, tambah beliau, kenaikan pajak ini tidak akan terasa apabila ekonomi Indonesia memang sudah benar-benar pulih pada tahun 2022.
Selain dari penurunan daya beli masyarakat, sentimen negatif yang ditimbulkan oleh kenaikan PPN ini juga bisa timbul dari kenaikan PPN yang harus dibayarkan oleh investor kepada jasa pialang (broker) saham. Sebab, walaupun pada dasarnya saham bukan termasuk objek PPN, jasa pialang dan perusahaan jasa sekuritas adalah Jasa Kena Pajak (JKP) dan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dengan demikian, ada kemungkinan kenaikan PPN menjadi faktor penyebab koreksi di pasar modal, meskipun tingkat koreksi tersebut masih belum diketahui secara pasti.
Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang dipatok oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)…
International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia sekilas terlihat sama karena keduanya adalah lembaga keuangan…
Kegiatan suatu perusahaan tentu akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk mengurangi dampak tersebut, perusahaan…
Investasi properti dan real estate merupakan salah satu investasi yang menarik karena menawarkan return yang…
Pengertian Big Mac Index Pernahkah Anda membayangkan perbandingan antara dua mata uang asing? Seperti antara…
Investasi tanah masih menjadi idaman banyak orang mengingat besarnya keuntungan yang ditawarkan. Terkadang hal ini…