Dalam ekonomi, terdapat bulan-bulan tertentu yang menjadi bulan istimewa karena banyaknya transaksi perdagangan, baik di pasar barang maupun di pasar modal. Salah satu bulan tersebut adalah bulan Januari atau yang lebih dikenal sebagai Januari effect dalam istilah pasar modal.
Contents
January effect adalah sebuah hipotesis yang menyebutkan bahwa “terdapat kecenderungan peningkatan harga-harga efek di bulan Januari”. Hipotesis ini pertama kali diteliti dan diungkapkan oleh Sidney B. Wachtel, seorang investment banker dari Amerika Serikat pada tahun 1942.
Wachtel menyebutkan pada periode tahun 1925 hingga 1942 terdapat trend peningkatan harga-harga saham, terutama harga saham dari perusahaan dengan kapitalisasi menengah pada pertengahan awal bulan Januari.
Bahkan, peningkatan harga saham perusahaan tersebut melebihi peningkatan harga saham perusahaan-perusahaan dengan kapitalisasi pasar yang besar. Meskipun hipotesis ini seringkali terjadi, namun pada tahun-tahun tertentu, seperti tahun 1989 dan 1989, harga saham di pasar modal Amerika Serikat justru mengalami penurunan pada bulan ini.
Lain daripada itu, banyak ahli berpendapat bahwa fenomena January effect lama kelamaan akan menghilang seiring dengan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pasar modal dan fenomena ini.
January effect bisa jadi terjadi karena banyak faktor, namun banyak ahli yang berpendapat bahwa fenomena ini terjadi karena hal-hal berikut:
Meskipun faktor ini mungkin bukan faktor yang relevan karena saat ini pajak saham atau efek lainnya langsung dipotong saat terdapat transaksi jual. Faktor untuk menghindari pajak ini disinyalir menjadi salah satu penyebab terjadinya January effect pada beberapa dekade lalu, terutama di Amerika Serikat.
Investor, terutama investor ritel yang notabene riskan terhadap pajak, tidak ingin hasil investasi miliknya dikenakan pajak menjual efek miliknya pada bulan Desember sebelum pajak ditagih sehingga petugas pajak tidak akan menghitungnya sebagai aset.
Lalu, ketika bulan Januari tiba, investor tersebut lantas membeli efek kembali dengan uang tersebut.
Faktor lain yang diperkirakan menyebabkan terjadinya January effect adalah adanya dampak dari window dressing, yaitu tindakan perusahaan atau manajer investasi untuk mempercantik laporan keuangan mereka.
Investor yang melihat bahwa terdapat trend kenaikan harga efek pada bulan Desember, turut membeli efek pada bulan Januari. Akibatnya, permintaan efek meningkat dan harga efek di pasar modal pun meningkat pula
Setelah dirasa keuntungan yang dia peroleh cukup, investor tersebut lantas menjual kembali efek yang dia miliki pada paruh akhir bulan Januari. Hal ini berakibat penurunan harga efek pada paruh akhir bulan Januari.
Terdapat dugaan bahwa investor menggunakan uang bonus tahunan yang mereka dapatkan pada bulan Januari untuk membeli efek. Apabila hal ini dilakukan oleh banyak orang, maka permintaan efek akan naik, begitupun dengan harga efek tersebut.
Bulan Januari dianggap sebagai bulan yang tepat untuk memulai investasi bukan karena keuntungan yang ditawarkan tetapi karena bulan Januari adalah bulan awal tahun. Sehingga investor bisa berinvestasi dengan hitungan satu tahun dengan menjual efek miliknya di bulan Desember pada tahun yang sama.
Apabila Anda berhasil membeli efek yang mendapatkan keuntungan saat January Effect, Anda akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi daripada keuntungan yang akan Anda dapatan di bulan-bulan selain Januari.
Namun, risiko membeli efek di bulan Januari juga lebih tinggi daripada bulan-bulan lain, sebab periode January Effect terbilang pendek yaitu hanya kira-kira dua minggu awal bulan Januari.
Lain daripada itu, terdapat ketidakpastian mengenai jenis saham yang harus Anda beli. Sebab, menurut sejarah, perusahaan yang memiliki tingkat kenaikan harga lebih tinggi adalah perusahaan-perusahaan dengan tingkat kapitalisasi pasar menengah.
Akan tetapi, apabila adanya January Effect disebabkan oleh window dressing, maka Anda lebih baik membeli saham-saham unggulan dari perusahaan blue chip.
Meskipun disinyalir sudah jarang ada di pasar modal di berbagai negara, fenomena January Effect masih sering terjadi di Indonesia. Dalam satu dekade terakhir, terdapat kecenderungan kenaikan harga saham pada bulan Januari, kecuali pada tahun 2011 dan 2020. Khusus pada Januari 2020, diperkirakan hal ini terjadi sebab perkiraan masuknya pandemi Covid-19 ke Indonesia.
Bahkan pada periode bulan Januari 2021, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga sempat mengalami kenaikan pada paruh awal bulan Januari. Selain karena January effect, kenaikan ini disinyalir juga akibat sentimen positif yang muncul karena Joe Biden terpilih sebagai presiden Amerika dan penemuan vaksin untuk Covid-19.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa terlepas dari adanya fenomena bernama January effect, isu-isu ekonomi dunia tetap memiliki pengaruh besar terhadap kondisi pasar modal di Indonesia. Sehingga analisis teknis dan analisa fundamental perusahaan masih memegang posisi penting dalam pengambilan keputusan transaksi di pasar modal.
Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang dipatok oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)…
International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia sekilas terlihat sama karena keduanya adalah lembaga keuangan…
Kegiatan suatu perusahaan tentu akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk mengurangi dampak tersebut, perusahaan…
Investasi properti dan real estate merupakan salah satu investasi yang menarik karena menawarkan return yang…
Pengertian Big Mac Index Pernahkah Anda membayangkan perbandingan antara dua mata uang asing? Seperti antara…
Investasi tanah masih menjadi idaman banyak orang mengingat besarnya keuntungan yang ditawarkan. Terkadang hal ini…